Senin, 29 November 2010

LATAR BELAKANG

Zakat merupakan suatu kewajiban yang diperintahkan oleh Allah SWT, sebagai suatu bentuk penyempurnaan kita sebagai orang islam, kewajiban membayar zakat itu selain tertuang dalam Al-Qur.an yang merupakan sumber hukum islam yang pertama, di dalam hadist juga yang merupakan sumber hukum islam yang ke dua setelah Al-Qur’an itu juga tertuang hadist tentang kefarduan atau kewajiban membayar zakat. Zakat ada dua macam, yaitu yang pertama itu yang berhubungan dengan dirinya (zakat fitrah), kemudian yang kedua adalah yang berhubungan dengan hartanya (zakat maal). Dalam pengaplikasiannya zakat bisa berbentuk macam-macam dalam hal pengeluaran hartanya, ada zakat untuk hasil tanaman, buah-buahan, zakat atas tanah, barang tambang, bahkan gagi binatang ternak serta yang lain sebagainya.

Aset binatang termasuk jenis aset terpenting yang terkenal pada permulaan berdirinya negara Islam di Jazirah Arab. Binatang ternak, yang dalam bahasa arab dikenal dengan atau sering kali disebut an’am dan masyiyah yang paling banyak adalah jenis unta, sapi, dan kambig. Sebagaiman dalam kitab-kitab Turats Islam yang berkaitan dengan Fiqih Zakat terdapat banyak keterangan dan penjelasan tentang syarat-syarat dan volume zakat tersebut. Sehingga Penulis disini akan membahas bagaimana hadist tentang zakat, khususnya tentang zakat binatang ternak yang teragkum dan tercantum dalam beberapa hadist yang diambil dari beberapa literatur referensi.

Jadi untuk lebih jelasnya, penulis akan mencoba untuk membahas bagaimana tentang zakat yang terangkum dalam hadist.

HADIST TENTANG ZAKAT

Sebagai salah satu sumber hukum islam yang kedua setelah Al-Qur’an, hadist dijadikan sebagai sumber dalam penentuan hukum syariah, baik itu mencakup segi kehidupan atau yang lainnya, dalam penulisan ini, penulis akan membahas hadist-haist tentang zakat yang dijadikan sumber hukum dalam penerapannya’

Zakat yang menurut arti syara yang berarti jumlah harta yang dikeluarkan dari jenis harta tertentu yang diberikan kepada orang tertentu, dengan syarat yang telah ditentukan pula. Itu diwajibkan bagi setiap orang islam, karena merupakan salah satu rukun islam. Dalam zakat, harta yang dikeluarkan tersebut dikeluarkan kepada orang yang berhak menerima zakat, salah satunya adalah untuk anak yatim, ada permasalah mengenai pengeluaran zakat atas harta anak yatim yaitu dari Rasullah bersabda :

“Berusahalah pada harta anak yatim, agar harta itu tidak termakan oleh zakat”. Hadist ini jelas berbicara tentang zakat yang dikenakan atas harta anak yatim. Anjuran agar harta anak yatim dikembangkan melalui usaha pada hadist ini dikaitkan dengan alasan agar harta mereka jangan habis karena dikeluarkan zakatnya. Bila tidak dikembangkan, tnetu zakatnya harus dikeluarkan dari pokok harta itu sendiri, tetapi melalui usaha pembayaran zakat dapat dikeluarkan dari laba yang diperoleh sehingga harta itu tidak berkurang hartanya.[1]

Dalam bulughul maram, ada hadist-hadist yang berbicara tentang zakat , yaitu:[2]

عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا: ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم بَعَثَ مُعَاذًا رضي الله عنه إِلَى اَلْيَمَنِ ) فَذَكَرَ اَلْحَدِيثَ, وَفِيهِ: ( أَنَّ اَللَّهَ قَدِ اِفْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ, تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ, فَتُرَدُّ فِ ي فُقَرَائِهِمْ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيّ ِ

Artinya:

Dari Ibnu Abbas r. bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengutus Mu'adz ke negeri Yaman --ia meneruskan hadits itu-- dan didalamnya (beliau bersabda): "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan mereka zakat dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dibagikan kepada orang-orang fakir di antara mereka." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari.

Hadist di atas menjelaskan tentang kefarduan atau kewajiban zakat bagi umat islam. Karena zakat merupakan salah satu rukun islam yang lima. Zakat juga merupakan salah satu kewajiban yang ada di dalamnya. Zakat diwajibkan di Madinah pada bulan Syawal tahun kedua Hijri. Pewajibannya terjadi setelah pewajiban puasa Ramadhan dan Zakat Fitrah. Tetapi, Zakat tidak diwajibkan atas para nabi. Pendapat yang terakhir ini disepakati para ulama karena zakat dimaksudkan sebagai penyucian untuk orang-orang berdosa, sedangkan para nabi terbebas dari hal demikian. Lagi pula, mereka mengemban titipan-titipan Allah; disamping itu mereka tidak memiliki harta, dan tidak diwarisi.[3]

Hadist lain menjelaskan tentang berbagai macam pembagian zakat, seperti zakat pertanian, tanaman dan tumbuh-tumbuhan, zakat binatang ternak dan lain-lain, penulis akan membahas hadist tentang zakat binatang ternak, yaitu:

Dalam bulughul maram, hadist tentang binatang ternak, adalah sebagai berikut:[4]

َوَلِأَبِي دَاوُدَ: ( وَلَا تُؤْخَذُ صَدَقَاتُهُمْ إِلَّا فِي دُورِهِمْ ). وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَيْسَ عَلَى اَلْمُسْلِمِ فِي عَبْدِهِ وَلَا] فِي [ فَرَسِهِ صَدَقَةٌ ) رَوَاهُ اَلْبُخَارِيّ ُ. وَلِمُسْلِمٍ: ( لَيْسَ فِي اَلْعَبْدِ صَدَقَةٌ إِلَّا صَدَقَةُ اَلْفِطْرِ )

Artinya:Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak wajib zakat bagi orang islam atas hambanya dan kudanya." Riwayat Bukhari. Menurut riwayat Muslim: "Tidak ada zakat bagi hamba kecuali zakat fitrah."

Hadist tersebut menjelaskan dasar dari pengeluaran zakat bagi binatang ternak yang diternakan oleh seorang muslim yang binatang ternak tersebut halal dan telah mencapai nisab dan haulnya.

Salah satu Zakat yang dikeluarkan bagi binatang ternak adalah unta, maka nisab zakatnya seperti yang dijelaskan dalam hadist. Hadistnya:[5]

وَعَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ, عَنْ أَبِيهِ, عَنْ جَدِّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( فِي كُلِّ سَائِمَةِ إِبِلٍ: فِي أَرْبَعِينَ بِنْتُ لَبُونٍ, لَا تُفَرَّقُ إِبِلٌ عَنْ حِسَابِهَا, مَنْ أَعْطَاهَا مُؤْتَجِرًا بِهَا فَلَهُ أَجْرُهُ, وَمَنْ مَنَعَهَا فَإِنَّا آخِذُوهَا وَشَطْرَ مَالِهِ, عَزْمَةً مِنْ عَزَمَاتِ رَبِّنَا, لَا يَحِلُّ لِآلِ مُحَمَّدٍ مِنْهَا شَيْءٌ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَأَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ, وَعَلَّقَ اَلشَّافِعِيُّ اَلْقَوْلَ بِهِ عَلَى ثُبُوتِه

Artinya:Dari Bahz Ibnu Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Pada setiap 40 ekor unta yang dilepas mencari makan sendiri, zakatnya seekor anak unta betina yang umurnya memasuki tahun ketiga. Tidak boleh dipisahkan anak unta itu untuk mengurangi perhitungan zakat. Barangsiapa memberinya karena mengharap pahala, ia akan mendapat pahala. Barangsiapa menolak untuk mengeluarkannya, kami akan mengambilnya beserta setengah hartanya karena ia merupakan perintah keras dari Tuhan kami. Keluarga Muhammad tidak halal mengambil zakat sedikit pun." Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Hakim. Syafi'i memberikan komentar atas ketetapan hadits ini.

Dalam hadist ini menjelaskan tentang bagaimana penjelasan tentang binatang yang dikelompokan kedalam klasifikasi pengeluaran zakat pada binatang ternak, yaitu hewan yang digembalakan untuk tujuan peternakan (pengembalaan). Jenis hewan ternakan seperti inilah yang termasuk dalam kategori asset wajib Zakat binatang ternak (zakat an’am).[6] Kemudian hadist tersebut menjelaskan tentang nisab dari zakat binatang ternak seperti unta.

Nisab unta adalah 5 ekor. Kalau unta sudah mencapai 5 ekor (dan memenuhi syarat-syarat tertentu) wajib zakat seekor kambing. Dengan ketentuan ini jumlah zakat yang harus dikeluarkan dapat dihitung sebagai berikut :[7]

5 ekor = 1 ekor kambing

10 ekor = 2 ekor kambing

15 ekor = 3 ekor kambing

20 ekor = 4 ekor kambing

25 ekor = 1 ekor bintu makhadh (unta)

36 ekor = 1 ekor bintu labun (unta)

46 ekor = 1 ekor bintu hiqqah (unta)

61 ekor = 1 ekor jadza’ah (unta)

76 ekor = 2 ekor bintu labun (unta)

91 ekor = 2 ekor hiqqah (unta)

121 ekor = 3 ekor labun (unta)

Setiap tambah

40 ekor = 1 ekor labun (unta). Ini sesuai dengan hadist Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa'I di atas.

Zakat binatang ternak sudah wajib untuk dikeluarkan zakatnya itu apabila memnuhi syarat-syarat tertentu, yaitu: (1) Islam, (2) merdeka. (3) Hak milik yang sempurna, (4) Genap satu nisab, (5) Genap satu tahun, (6) Digembalakan di padang.

ANALISIS PENULIS

Dalam sumber hukum islam, hadist merupakan salah satu dasar hokum islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Dalam pembahasab ini penulis akan membahas serangkaian hadist tentang fiqih zakat, dimana yang diterangkan penulis dalam hadist tersebut adalah tentang kefarduan zakat bagi umat islam ini telah diterangkan dalam hadist yang pertama yang diriwayatkan oleh Muttafaq alaih, tetapi lafadz itu dari bukhari Dalam hadist tersebut terdapat kata yang berbunyi "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan mereka zakat dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dibagikan kepada orang-orang fakir di antara mereka." Maksudnya adalah untuk mensucikan harta mereka (orang-orang kaya) maka Allah telah mewajibkan bagi mereka (orang kaya) itu mengeluarkan sebagian hartanya, karena dalam harta dari orang kaya (mampu) itu terdapat sebagian harta orang-orang yang belum mampu atau untuk orang yang berhak menerima zakat. Dalam pengeluaan zakat dari orang yang mampu itu juga tidak sembarangan, harta tersebut wajib dizakati apabila telah mencapai nisab dan haul. Nisab disini berarti telah mencapai batas miimum harta tersbut wajib dizakati, kemudian mencapai hul itu berarti telah mencapai satu tahun.

Dalam hadist yang kedua yang diriwayatkan oleh Bukhari yang berbunyi "Tidak wajib zakat bagi orang islam atas hambanya dan kudanya." Itu menurut penulis berarti kewajiban untuk mengeluarkan zakat bagi binatang ternak. Dalam buku Fiqih Islam Lengkap dijelaskan bahwa zakat binatang ternak yang terkena zakat adalah : (1) Unta, (2) Lembu (3) Kambing. Dasar diwajibkan zakat ternak yang 3 jenis ini adalah ijma’ dan sunah. Pembatasan pada 3 jenis binatang ini, karena yang paling banyak hidup dan manfaatnya, seperti untuk bekerja dan dimakan. Namun, penulis berpendapat karena pembatasan ketiga jenis binatang itu adalah sunah, berarti bagi hewan tenak lain yang memberikan manfaat bagi orang yang menggunakannya sebagai hewan ternak, dan hewan itu juga dirasa halal, maka hewan tersebut bukan tidak mungkin kena zakat, seperti peternakan-peternakan selain yang ketiga jenis binatang tersebut. Dengan demikian, binatang ternak yang mungkin untuk dizakati tiu tidak hanya dari ketiga jenis binatang ternak sesuai yang disebutkan tersebut diatas.

Dalam hadist yang ketiga yang diriwayatkan oleh Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa'i. berbunyi "Pada setiap 40 ekor unta yang dilepas mencari makan sendiri, zakatnya seekor anak unta betina yang umurnya memasuki tahun ketiga. Tidak boleh dipisahkan anak unta itu untuk mengurangi perhitungan zakat. Barangsiapa memberinya karena mengharap pahala, ia akan mendapat pahala. Barangsiapa menolak untuk mengeluarkannya, kami akan mengambilnya beserta setengah hartanya karena ia merupakan perintah keras dari Tuhan kami. Keluarga Muhammad tidak halal mengambil zakat sedikit pun." Maksudnya adalah hadist ini menjelaskan tentang bagaiman nisab dari zakat binatang ternak, diman dalam dalam hadist ini menjelaskan tentang nisab zakat unta dimana setiap penambahan 40 ekor unta maka zakatnya adalah anak unta betina yang umunya memasuki usia tiga tahun, kemudian hadis ini secara tidak langsung juga membahas syarat binatang ternak itu layak untuk dikeluarkan zakatnya, yaitu pada kalimat “unta yang dilepas mencari makan sendiri yang menurut penulis berarti digembalakan di padang, yang berarti dalam buku fiqih islam juga termasuk syarat dari binatang ternak yang wajib dikeluarkan zakatnya. Kemudian hadist tersebut juga menjelaskan tentang ancaman dari Allah, apabila orang tersebut menolak untuk mengeluarkan zakatnya, ancamannya itu adalah dengan mengambilnya beserta sebagian hartanya, begitu tegas Allah memberikan ancaman bagi orang yang tidak mau membayar zakat.

KESIMPULAN

Zakat merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksankan oleh umat islam dalam penyemurnaan islamnya. Zakat yang menurut arti syara yang berarti jumlah harta yang dikeluarkan dari jenis harta tertentu yang diberikan kepada orang tertentu, dengan syarat yang telah ditentukan pula. Dalam litab bulughul maram terdapat berbagai macam hadist yang berkenaan dengan zakat , dalam hadist yang pertama dalam kitab bulughul maram yang ditulis oleh penulis, itu menjelaskan tentang ewajiban membayr zakat serta ancaman dari Allah langsung bagi orang yang tidak mengeluarkan zakat, serta hadis itu menjelaskan pula bahwa nabi tidak diwajibkan membayar zakat karena menurut para itu ulama karena zakat dimaksudkan sebagai penyucian untuk orang-orang berdosa, sedangkan para nabi terbebas dari hal demikian. Lagi pula, mereka mengemban titipan-titipan Allah.

Dalam hadist yang kedua menjelaskan tentang kewajiban membayar zakat bagi binatang ternak yang diternakan oleh seorang muslim yang binatang ternak tersebut halal dan telah mencapai nisab dan haulnya.

Dalam hadist yang ketiga itu menjelaskan tentang nisab bagi binatang ternak yang dikeluarkan zakatnya dalam hadist itu, binatang ternak tersebut adalah unta.karena telah dijelaskan dalam hadist tersebut bahwa setiap penambahan 40 ekor unta maka nisabnya itu ditambah dengansatu ekor bintu labbun, atau anak unta betina yang umurnya baru memasuki usia ketiga tahun.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, M. Mufraini, Lc, M.Si. Akuntansi Manajemen Zakat. Jakarta: Penerbit Kencana. 2006.

Al-Asqalani, Ibnu Hajar. Terjemah Bulughul Maram. Bandung: CV Dipenogoro.2002

Ahmad, H. Abu. Drs. & Drs. H. Abdul Fatah Idris. Fiqih Islam Lengkap. Jakarta: Penerbit Rieneke Cipta. 2004.

Al-Zuhaily, Dr. Wahbah. Zakat Kajian Berbagai Mazhab. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 1997.

Nasution, Drs. Lahmud, M.Ag. Fiqih 1. Penerbit Logos. 1998



[1] Drs. Lahmuddin Nasution, M.Ag. Fiqih 1. (penerbit logos.1998) hal. 146

[2] Ibnu Hajar Al-‘Asqalani. Terjemah Bulughul Maram.(Bandung: CV Penerbit Diponegoro.2002) hal. 265. teks di ambil dari pustaka_alhidayah@yahoo.co.id

[3] Dr. Wahbah Al-Zuhaiyli. Zakat Kajian Berbagai Mazhab. (Bandung:PT Remaja Rosdakarya.1997) hal.89

[4]Ibnu Hajar Al-‘Asqalani.Op.Cit. Hal.269

[5] Ibnu Hajar Al-‘Asqalani. Ibid. Hal.269

[6] M.Arief Mufraini, Lc., M.Si. Akuntansi Manajemen Zakat.(Jakarta: Penerbit Kencana. 2006) Hal. 101

[7] Drs. H. Abdul Fatah Idris; Drs. H. Abu Ahmadi. Fiqih Islam lengkap. (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. 2004) Hal. 100-101

Tidak ada komentar:

Posting Komentar