BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penelitian
Regulasi
mengenai Bank syariah tertuang dalam UU no 21 tahun 2008 tentang perbankan
syariah, bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan pinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri dari atas Bank Umum dan
Unit Usaha Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Andi Soemitra, 2009:61).
UU
tersebut merupakan perubahan dari UU no 10 tahun 1998 yang pada tahun tersebut
di anggap memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan kesempatan yang lebih
luas bagi pengembangan perbankan syariah. Bank sebagai lembaga intermediasi
antara pihak surplus dengan pihak deposit mempunyai sedikitnya 2 fungsi, yaitu
sebagi lembaga penghimpun dana dan lembaga penyalur dana. Dalam penghimpunan
dana, khususnya di bank-bank konvensional itu biasanya dlam bentuk tabungan,
sedangkan dalm bank syariah itu biasanya produk penghimpunan dana adalah produk
wadiah. Dalam penyaluran dana, dalam perbankan, adalah dengan
pembiayaan-pembiayaan yang dilakukan oleh bank kepada para nasabahnya yang
dalam bank konvensional pemberian pembiayaan itu dengan menggunakan agunan atau
dengan prosentasi bunga, sedagkan pemberian pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah dilakukan dengan lost and profit sharing (bagi hasil). Dalam pemberian
pembiayaan, terdapat masalah-masalah dalam pemberian pembiayaan tersebut,
seperti adanya kredit macet atau bisa disebut dengan Non Performing Financing
(pembiayaan bermasalah), yang dalam hal ini banyak faktor-faktor yang
menyebabkan pembiayaan tersebut.
Pemberian
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah menurut UU no. 10 1998 pasal 8 dilakukan
berdasarkan analisis dengan menetapkan prinsip kehati-hatian agar nasabah
debitur mampu melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan sesuai dengan
perjanjian sehingga resiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasanya dapat
dihindari.
Walaupun
demikian, pembiayaan yang diberikan kepada para nassbah tidak akan lepas dari
resiko terjadinya pembiayaan bermasalah yang akhirnya dapat memengaruhi
terhapat kinerja bank syariah tersebut. Dalam resiko pembiayaan merupakan
risiko yang disebabkan oleh kegagaalan counterparty dalam memenuhi kewajiban
(Adiwarman A. Karim, 2010:260).
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalahan yang di angkat
dalam penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana peninjauan faktor-faktor yang mempengaruhi
probabilitas pembiayaan bermasalah?
2.
Bagaimana identifikasi signifikansi faktor-faktor yang
mempengaruhi pembiayaan bermasalah?
3.
Bagaimana pengaruh kinerja bank atas faktor-faktor
pembiayaan bermasalah para nasabah?
C.
Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk meninjau faktor-faktor yang mempengaruhi probabilitas
pembiayaan bermasalah.
2.
Mengidentifikasi bagaimana signifikansi dari
faktor-faktor yang mempengaruhi probabilitas pembiayaan bermasalah.
3.
Mengetahui bagaiman pengaruh kinerja bank atas
faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan bermasalah pada nasabah.
D.
Manfaat Penelitian
Penelitian
yang dilakukan ini, tentunya mempunyai manfaat-manfaat yang sekiranya dapat
menambah kegunaan penelitian ini, baik untuk diri peneliti, lembaga keuangan
bank maupun peneliti lainnya.
1.
Manfaat Bagi Diri Sendiri
Mengetahui lebih dalam tentang bagaimana
pembiayaan bermasalah (Non-Performing Financing) dalam sebuah lembaga keuangan
bank, terutama faktor-faktor yang mempengaruhi dari pembiayaan bermasalah
tersebut dan bagaimana signifikansi dari faktor-faktor tersebut sehingga bisa
di analisis agar mampu memberi keputusan yang baik bagi lembaga keuangan bank
tersebut dalam menyelesaikan permasalahan pembiayaan bermasalah tersebut.
2.
Manfaat bagi lembaga keuangan atau bank
Sebagai
salah satu masukan bagi lembaga keuangan/bank atau pimpinan lembaga keuangan
tersebut dalam pengambilan keputusan atau kebijakan dalam penyelesaian
Non-Performing Financing dalam pembiayaan.
3.
Manfaat Bagi Peneliti Lain
Sebagai
bahan untuk pertimbangan dalam melakukan penelitian selanjutnya sehingga dapat
memudahkan penelitian serta memahami dan mengetahui lebih dalam dalam
penganalisisan faktor-faktor yang mempengaruhi non-performing financing
(pembiayaan bermasalah).
E.
Kerangka Pemikiran
Pembiayaan merupakan unsur
dalam suatu produk dalam lembaga
keuangan baik itu lembaga keuangan bank ataupun non bank yang penting dalam
melaksanakan fungsinya sebagai lembaga keuangan, kaitannya dalam penelitian
ini, dalam lembaga keuangan syariah, maka pembiayaan yang diangkat dalam penelitian
ini adalah pembiayaan yang bersifat syariah. Dalam UU no. 21 tahun 2008 tentang
perbankan syariah pasal 1 poin ke 25 menjelasakan bahwa pembiayaan adalah penyediaan
dana atau tagihan yang berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah
dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi
fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
Dalam penjelasan tersebut
diatas peran pembiayaan sangat penting karena dengan pembiayaan, maka pihak
defisit (pihak yang membutuhkan dana) akan termudahkan ketika mebutuhkan dana.
Namun, ketika sebuah bank syariah memberikan pembiayaan kepada nasabahnya, bank
tidak boleh serta merta langsung memberikan secara Cuma-Cuma dana tersebut
kepada nasabah, tetapi perlu ketelitian dan kepercayaan yang tinggi bagi bank
kepada nasabahnya agar dalam pelaksaaan pemberian pembiayaan itu, resiko dari
pembiayaan atau pembiayaan bermasalah (Non-Performing Financing) dapat
diprediksi dan diantisipasi oleh pihak bank.
Pembiayaan yang bermasalah yang
dialami oleh pihak bank (Debitur) kepada para nasabah (kreditur) itu terjadi
karena dipengaruhi oleh kualitas karakter nasabah, jumlah jaminan, serta rasio
utang terhadap equity (kekayaan).
Secara teori menjelaskan bahwa,
apabila karakter kualitas nasabah itu baik, maka kemungkinan untuk penyelesaian
pembiayaan akan baik pula, dan tingkat pembiayaan bermasalah dari nasabah itu
akan turun. Sebaliknya apabila karakter kualitas nasabah itu buruk, maka tingkat pembiayaan
bermasalah oleh nasabah itu akan tinggi, akan tetapi, dalam kenyataannya faktor
dari pihak bank juga mampu mempengaruhi naik turunnya tingkat pembiayaan
bermasalah, karena apabila pihak bank tidak sepenuhnya menjalankan prosedur
dari pemberian pinjaman, maka kemungkinan pembiayaan bermasalah dari pembiayaan
itu akan muncul, tetapi apabila pihak bank mampu menjalankan prosedur dalam
pemberian pembiayaan kepada nasabah, maka kemungkinan dari pembiayaan
bermasalah itu akan sedikit. Selain tiu, tingkat jaminan (guarantees) juga
berpengaruh terhadap tingkat pembiayaan bermasalah karena secara teori peranan
penjaminan ekternal sebesar 100% (dengan asumsi penjaminan tersebut kredibel)
adalah menjadikan kreditur memberikan kredit tanpa resiko, sehingga apabila
tingkat jaminan mempengaruhi dari pembiayaan bermasalah. Kemudian tingkat rasio
perbandingan antara kekayaan (equity) dengan utang juga mempengaruhi dari
pembiayaan bermasalah itu, tingkat utang yang tinggi itu memungkinkan
terjadinya kebangkrutan sehingga peluang pembiayaan bermasalah akan tinggi,
begitupun juga sebaliknya. Di sisi lain, kebankrutan yang dialami oleh penerima
pembiayan bisa terjadi karena kualitas nasabah yang buruk dalam mengelola
danaya, akan tetpai situasi ekonomi nasional dan global, situasi politik, serta
situasi alam berpengaruh juga terhadap kemampuan kualitas nasabah dan juga
berpengaruh terhadap pembiayaan bermasalah.
F. Hipotesis Penelitian
Secara etimologis, hipotesis dibentuk dari dua kata, yaitu kata hypo dan
kata thesis. Hypo berarti kurang dan thesis adalah pendapat. Kedua kata itu
kemudian digunakan secara bersama-sama menjadi hypothesis dan penyebutannya
dalam dialek Indonesia menjadi hipotesa kemudian dirubah menjadi hipotesis yang
maksudnya adalah suatu kesimpulan yang masih kurang atau kesimpulan yang masih
belum sempurna.
Ada beberapa pembagian jenis hipotesis lain yang lebih mudah dimengerti dan
dipakai pada berbagai penelitian, yaitu Hipotesis Nol (Ho), Hipotesis
Alternatif (Ha) dan Hipotesis Kerja (Hk).[1]
Berdasarkan kerangka berpikir diatas, hipotesis yang menjadi fokus
penelitian ini adalah:
Ho βi
= O (Faktor-faktor penyebab NPF tidak berpengaruh secara signifikan)
Ho βi
≠ O (Tidak demikian faktor-faktor penyebab NPF berpengaruh secara signifikan).
BAB
II
KAJIAN
TEORI
A.
Pengertian Pembiayaan
Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang
dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti bank syariah kepada nasabah.
Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan yaitu
pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan,
baik dilakukan sendiri maupun dikerjakan oleh orang lain.
Menurut M. Syafi’I Antonio menjelaskan bahwa pembiayaan merupakan salah
satu tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan
pihak-pihak yang merupakan deficit unit.
Sedangkan menurut UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan
“Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.”[2]
Kemudian di jelaskan lagi dalam UU no. 21 tahun 2008 tentang perbankan
syariah pasal 1 poin ke 25 menjelasakan bahwa:
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan
yang dipersamakan dengan itu berupa:
a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
b. transaksi sewa-menyewa
dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam,
dan istishna’;
d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh;
dan
e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk
transaksi multijasa
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.[3]
Dalam pembiayaan, memiliki beberapa fungsi yang sangat beragam, karena Keberadaan bank
syariah yang menjalankan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah bukan hanya
untuk mencari keuntungan dan meramaikan bisnis perbankan di Indonesia, tetapi
juga untuk menciptakan lingkungan bisnis yang aman, diantaranya :
- Memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang menerapkan sistem bagi hasil yang tidak memberatkan debitur.
- Membantu kaum dhuafa yang tidak tersentuh oleh bank konvensional karena tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank konvensional.
- Membantu masyarakat ekonomi lemah yang selalu dipermainkan oleh rentenir dengan membantu melalui pendanaan untuk usaha yang dilakukan.
B.
Pengertian Pembiayaan Bermasalah
Pembiayaan bermasalah adalah suatu penyaluran dana yang dilakukan oleh
lembaga pembiayaan seperti bank syariah yang dalam pelaksanaan pembayaran
pembiayaan oleh nasabah itu terjdi hal-hal seperti pembiayaan yang tidak
lancer, pembiayaan yang debiturnya tidak memenuhi persyaratan yang dijanjikan,
serta pembiayaan tersebut tidak menepati jadwal angsuran. Sehingga hal-hal
tersebut memberikan dampak negative bagi kedua belah pihak (debitur dan
kreditur).
Pembiayaan bermasalah merupakan salah satu dari resiko dalam suatu
pelaksanaan pembiayaan. Adiwarman A. Karim menjelaskan bahwa resiko pembiayaan
merupakan resiko yang disebabkan oleh adanya counterparty dalam memenuhi
kewajibannya. Dalam bank syariah, resiko pembiayaan mencakup resiko terkait
produk dn resiko terkait dengan pembiayaan korporasi.[4]
Pembiayaan bermasalah
merupakan salah satu resiko yang pasti diahadai oleh setiap Bank karena resiko
ini sering juga disebut dengan resiko kredit. Robert Tampubolon menjelaskan
bahwa resiko kredit adalah eksposur yang timbul sebagai akibat kegagalan pihak
lawan (counterparty) memenuhi kewajibannya. Disatu sisi resiko ini dapat
bersumber dari berbagai aktivitas
fungsional bank seperti penyaluran pinjaman, kegiatan tresuri dan
investasi, dan kegiatan jasa pembiayaan perdagangan, yang tercatat dalam buku
bank. Disisi lain resiko ini timbul karena kinerja satu atau lebih debitur yang
buruk. Kinerja debitur yang buruk ini dapat berupa ketidak mampuan atau ketidak
mauan debitur untuk memenuhi sebagian atau seluruh perjanjian kredit yang telah
disepakati bersama sebelumnya. Dalam hal ini yang menjadi perhatian bank bukan
hanya kondisi keuangan dan nilai pasar dari jaminankredit termasuk collateral
tetapi juga karakter dari debitur.[5]
Berkaitan dengan pembiayaan di
bank Syariah, dalam melakukan penilaian permohonan pembiayaan bank
syariah bagian marketing harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang
berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan calon nasabah, sehingga bisa
mengurangi ringkat pembiayaan bermasalah calon nasabah Di dunia perbankan
syariah prinsip penilaian dikenal dengan 5 C + 1 S , yaitu :
- Character
Yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon penerima
pembiayaan dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa penerima
pembiayaan dapat memenuhi kewajibannya.
- Capacity
Yaitu penilaian secara subyektif tentang kemampuan penerima
pembiayaan untuk melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi
penerima pembiayaan di masa lalu yang didukung dengan pengamatan di lapangan
atas sarana usahanya seperti toko, karyawan, alat-alat, pabrik serta metode
kegiatan.
- Capital
Yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon
penerima pembiayaan yang diukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhan
yang ditujukan oleh rasio finansial dan penekanan pada komposisi
modalnya.
- Collateral
Yaitu jaminan yang dimiliki calon penerima pembiayaan. Penilaian ini
bertujuan untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu resiko kegagalan pembayaran
tercapai terjadi , maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajiban.
- Condition
Bank syariah harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat
secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang
dilakukan oleh calon penerima pembiayaan. Hal tersebut karena kondisi eksternal
berperan besar dalam proses berjalannya usaha calon penerima pembiayaan.
- Syariah
Penilaian ini dilakukan untuk menegaskan bahwa usaha yang akan dibiayaai
benar-benar usaha yang tidak melanggar syariah sesuai dengan fatwa DSN “Pengelola
tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan
dengan mudharabah.”
C.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan
Bermasalah
Dalam menjalankan pembiayaan oleh pihak lembaga keuangan seperti bank
syariah, tentunya perlu diperhatikan dengan cermat oleh bank bagaiman prosedur
perjanjian pembiayaan itu dibuat dan dijalankan, karena apabila tidak berjalan
sesuai dengan prosedur, akan berakibat negatif, dan akan menimbulkan
permasalahan dalam pembiayaan.
Secara umum,
faktor-faktor yang mempengaruhi dan menyebabkan terjadinya pembiayaan
bermasalah adalah sebagai berikut:
1. Faktor dari debitur
Tidak semua debitur mempunyai itikad baik pada saat
mengajukan kredit ataupun pada saat kredit yang diberikan sedang berjalan.
Itikad tidak baik inilah memang sulit untuk diketahui dan dianalisis oleh pihak
bank, karena hal ini menyangkut soal moral ataupun akhlak dari debitur. Bisa
saja debitur saat mengajukan kredit menutup-nutupi kebobrokan keuangan
perusahaannya dan hanya mengharapkan dana segar dari bank, atau debitur
memberikan data keuangan palsu atau berbagai tindakan-tindakan lainnya.
2. Faktor dari kreditor
Berbagai ketentuan
perundang-undangan yang menjadi koridor bagi bank dalam melakukan kegiatan
usaha penyaluran dana. Seperti ketentuan mengenai batas maksimum pemberian
kredit atau BMPK, rasio pemberian kredit dilihat dari nilai jaminan yang
diberikan dan berbagai aturan lainnya.
Namun kadang
kala petugas dan pengambil keputusan pemberian kredit tidak memperhatikan hal
tersebut, dimana untuk mengejar target, bank sangat agresif untuk menyalurkan
dananya tanpa mempertimbangkan faktor risiko yang dapat muncul sewaktu-waktu.
3. Faktor Dari Luar Debitor dan
Kreditor (Ekstern).
Pembiayaan
bermasalah bisa terjadi karena faktor diluar dari pihak debitur maupun
kreditur. Faktor eksternal ini misalnya karena terjadinya krisis moneter,
kerusuhan massal, terjadinya bencana seperti gempa bumi, banjir, kebakaran dan
kejadian-kejadian lainnya. Pengaruh kondisi ekonomi global juga bisa berdampak
terhadap perputaran perekonomian dalam negeri, seperti naiknya harga minyak
dunia yang berimbas kepada mandeknya kegiatan usaha para pengusaha sehingga
keadaan perekonomian menjadi lesu karena menurunnya daya beli masyarakat atau
konsumen.
Menurut Siswanto
Sutojo, ada dua puluh faktor intern bank penyebab kredit bermasalah, yaitu :
1. Taksasi nilai jaminan yang lebih tinggi dari nilai
sebenarnya
2. Penarikan dana
kredit oleh debitur sebelum dokumentasi kredit diselesaikan
3. Kredit diberikan tanpa pendapat dan saran dari komite
kredit atau diusulkan oleh petugas bank
yang mempunyai hubungan persahabatan dengan debitur
4. Kredit diberikan kepada perusahaan baru yang dikelola
pengusaha yang belum berpengalaman
5. Penambahan
kredit tanpa jaminan yang cukup
6. Berulangkali bank menigirimkan surat teguran tentang
penunggakan pembayaran bunga, tanpa tindakan lanjutan yang berarti
7. Bank jarang
mengadakan analisis cash flows dan daya cicil debitur
8. Account
officer tidak sering meneliti status kredit
9. Tidak ada usaha bank untuk mengawasi penggunaan kredit,
sehingga timbul kemungkinan debitur menggunakannya secara tidak sesuai dengan
ketentuan perjanjian kredit.
10. Komunikasi
antara bank dengan debitur tidak berjalan lancar
11. Tidak ada rencana dan jadwal pembayaran kembali kredit
yang tegas, atau tidak dilampirkan pada perjanjian kredit
12. Bank tidak dapat
menerima neraca dan daftar laba/rugi debitur secara teratur
13. Tidak dapat merealisir jaminan kredit karena debitur
mengajukan berbagai macam argumen yurudis
14. Bank gagal
menerapkan sistem dan prosedur tertulis mereka
15. Pimpinan puncak bank terlalu dominan dalam proses
pengambilan keputusan pemberian kredit
16. Bank mengabaikan terjadinya cerukan, walaupun sadar bahwa
cerukan adalah salah satu tanda terganggunya kondisi keuangan debitur
17. Bank tidak
berhasil meninjau kondisi fasilitas produksi milik debitur
18. Daftar keuangan dan dokumen pendukung ayng diserahkan
kepada bank, telah direkayasa sebelumnya, tidak diaudit atau diverifikasi
19. Bank tidak memperhatikan laporan dari pihak ketiga yang
bernada kurang mengutungkan debitur
20. Bank tidak berhasil menguasai jaminan secepatnya, ketika
mereka mencium tanda-tanda bahwa kredit yang diberikan berkembang ke arah
kredit bermasalah[6]
BAB III
OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN
A.
Objek Penelitian
Penulis akan berusaha untuk meneliti tentang analisis dari faktor-faktor
yang menyebabkan dari pembiayaan bermasalah (non-performing financing). Dan
seperti apa dampaknya terhadap kinerja bank dari pembiayaan bermasalah tersebut
Sehingga pad akhirnya yang menjadi objek penelitian ini adalah analisis
faktor-faktor penyebab pembiayaan bermasalah.
B.
Metode Penelitian
Ir. I Made Wirantha, M.Si (2006:76) menjelaskan bahwa metode penelitian
adalah suatu cara atau prosedur untuk memperoleh pemecahan terhadap
permasalahan yang sedang dihadapi. Metode penelitian mencakup alat dan prosedur
penelitian.[7]
Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode deskiptif yaitu
suatu penelitian menguraikan data yang diperoleh dari lemabaga keuangan (bank
syariah) itu sendiri, seperti melakukan wawancara, observasi, dan penelitian
lainnya, maupun melalui studi kepustakaan dengan mengumpulkan data-data dari
buku literature yang berkaitan dengan objek penelitian.
C.
Operasional Variabel
Variabel-variabel yang telah di identifikasi perlu diklasifikasikan
sesuai dengan jenis dan perannya dalam penelitian. Klasifikasi ini sangat perlu
untuk penentuan alat mengambil data apa yang akan dipergunakan dan metode
analisis mana yang yang sesuai untuk diterapkan.[8]
Sesuai dengan judul yang dipilih, maka penulis mengelompokannya kedalam
dua variable, yaitu: kualitas karakter nasabah, jumlah jaminan, rasio utang
terhadap equity sebagai variable independent dan pembiayaan bermasalah sebagai
variable dependent.
Untuk Variabel dependent (Y)
yaitu pembiayaan bermasalah itu berskala Rasio dan Untuk Variabel independent
itu berskala kualitatif dan ordinal.
Berikut adalah tabel Definisi Operasional Variabel
D.
Data Penelitian
Anto Dajan (1986:20) menjelskan bahwa dalam data kuantitatif, data yang
dikumpulkan seharusnya harus akurat, up to date, komprehensif dan relevan bagi
persoalan atau permasalahan yang diteliti. Penggunaan data primer lebih
diutamakan dari pada data sekunder.[9]
Penulis dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan data primer dimana
penulis langsung melakukan observasi penelelitian ke lemabga keuangan (bank
syariah) terkait.
E.
Jenis Data
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggolongkan jenis data sesuai
dengan variabel independent berikut
ketiga variabel tersebut merupakan jenis data kualitatif dan ordinal. Dan variabel
dependent (Pembiayaan bermasalah/NPL) merupakan jenis data rasio yaitu
perbandingan antara jumlah nasbah NPL dengan seluruh nasabah,
F.
Teknik Pengumpulan Data
Metode Pengumpulan Data adalah
bagian instrumen pengumpulan data yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu
penelitian. Ada beberpa metode pengumpulan data diantaranya: Metode Angket
(serangkaian atau daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis, kemudian
dikirim untuk diisi oleh responden.), serta Metode Wawancara (proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka
antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai); dan Metode
Observasi (pengamatan langsung).[10]
Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data-data dengan menggunakan
teknik angket serta melakukan wawancara langsung.
G.
Teknik Analisis Data
Analisis Data Kualitatif
adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan
data, memilah milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mengsistesiskannya,
mencari dan meneukan pola menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari
dan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.[11]
Dalam penelitian kuantitatif,
pengolahan dan analisis data secara umum dilakukan dengan melalui tahap
memeriksa (editing), proses pemberian identitas (coding), dan proses pembeberan
(tabulating).[12]
Penulis dalam melakukan penelitian ini, menggunakan teknik analisis data
menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif
DAFTAR PUSTAKA
A, Ir.
Adiwarman Karim. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. 2010 Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Bungin, Prof. Dr.
H. M. Burhan S.Sos., M.Si. Metodologi
Penelitian Kuantitatif. 2006. Jakarta: Kencana.
Dajan,
Anto. Pengantar Metode Statistik. 1986 Jakarta: LP3ES.
Made, Ir. I
Wirantha, M.Si. Metodologi Penelitian
Sosial Ekonomi. 2006
Yogyakarta: Penerbit Andi.
J, Prof. Dr. Lexy
Moleong, M.A. Metodologi Penelitian
kualitatif. 2004. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sutojo, Siswanto. Menangani
Kredit Bermasalah Konsep, Teknik dan Kasus. 2000. Jakarta :
Damar Mulia Pustaka.
Tampubolon,
Robert. Risk Mangement: Pendekatan
Kualitatif Untuk Bank Komersial.
2004. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Undang-Undang no. 10
tahun 1998 tentang perbankan.
Undang-Undang Republik
Indonesia no. 21 tahun 2008
[1] Prof. Dr. H. M. Burhan bungin, S.Sos.,
M.Si. Metodologi Penelitian Kuantitatif.
(Jakarta: Kencana, 2006.) Hal. 79
[2] Undang-Undang no. 10 tahun 1998 tentang
perbankan
[3] Undang-Undang Republik Indonesia no. 21
tahun 2008
[4] Ir.
Adiwarman A. Karim. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada. 2010) hal. 260
[5] Robert Tampubolon. Risk Mangement: Pendekatan Kualitatif
Untuk Bank Komersial. (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2004) Hal.
24
[6] Siswanto
Sutojo, Menangani Kredit Bermasalah Konsep, Teknik dan Kasus, (Jakarta :
Damar Mulia Pustaka, 2000), hlm.19
[7] Ir. I
Made Wirantha, M.Si. Metodologi
Penelitian Sosial Ekonomi. (Yogyakarta: Penerbit Andi. 2006) hal. 76
[8] Ir. I
Made Wirantha, M. Si. Ibid. Hal. 221
[9] Anto
Dajan. Pengantar Metode Statistik,
(Jakarta: LP3ES, 1986) hal. 20
[10] Prof. Dr. H. M. Burhan Bungin, S.Sos.,
M.Si. Metodologi Penelitian Kuantitatif.
(Jakarta: Kencana, 2006). Hal. 123
[11] Prof. Dr. Lexy J. Moleong, M.A. Metodologi
Penelitian kualitatif. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004) Hal. 248
[12]Prof. Dr. H. M. Burhan Bungin, S.Sos., M.
Si. Ibid. Hal. 164
Tidak ada komentar:
Posting Komentar