Nama : Ade Abdul Mukti
NIM : 58320162
Fak/Jur/Smt. : Syariah/MEPI-2/V
Tugas : Tugas mandiri Ulumul Hadits (resume)
BAB : TENTANG ULUMUL HADITS MACAM-MACAM DAN PENGERTIANNYA
A. Ditinjau dari segi jumlah perawinya
Itu terbagi kedalam :
1. Hadits Mutawatir, hadits yang perawinya itu te;ah bersepakat untuk tidak berdusta, hadits mutawatir terbagi dua, yaitu :
ü Mutawatir lafdziy, yaitu hadits yang dengan lafadznya diriwayatkan oleh sejumlah perawi, dari sejumlah perawi yang tidak mungkin untuk berdusta dari awal sampai akhir sanad.
ü Mutawatir ma’nawi, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh para perawi dengan menyesuaikan maknanya tanpa persis lafadznya.
2. Hadits Masyur, adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi dari golongan sahabat yang tidak mencapai batas mutawatir, kemudian setelah sahabat dan sesudahnya lagi jumlah perawi mencapai batas mutawatir.
3. Khabar Ahad, adalah yang diriwayatkan oleh satu atau dua perawi ataupun lebih, yang tidak memnuhi syarat-syarat mahsyur ataupun mutawatir, tidak diperhitungkan lagi jumlah perawinya.
B. Ditinjau dari segi cacat
1. Hadits Matruk, yaitu yang diriwayatkan oleh perawi yang tertuduh berdusta, baik dalam soal hadits maupun lainnya.
2. Hadits mungkar lawan ma’ruf, yaitu hadts yang diriwayatkan oleh seorang yang lemah yang menyalahi riwayat orang kepercayaan, atau riwayat orang yang lemah daripadanya.
3. Hadits syad lawannya mahfudh, yaiu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang kepercayaannya menyalahi riwayat orang ramai yang sudah dipercaya.
4. Hadits mualal, hadits yang terdapat pada sebab-sebab tersembunyi yang baru diketahui sebab-sebab itu sudah dilakukan pemeriksaan.
5. Hadits Mudltharab, yaitu hadits yang berlawan-lawanan riwayatnya atau matannya.
6. Hadits mudraj, yaitu hadits yang disisipkan kedalam matannya sesuatu perkataan orang lain, baik orang itu shahby ataupun tabi’y.
7. Hadits maqlub, yaitu hadits yang telah terjadi kesilapan pada seorang perawi dengan mendahulukan dan kemudin atau yang mengemudiankan yang dahulu.
8. Hadits mushahhaf, hadits yang telah terjadi perubahan huruf sedang rupa tulisannya masih tetap.
9. hadits muharraf, hadits yang telah terjadi perubahan baris.
10. Hadits mubham, hadits yang terdapat dalam sanadnya seorang perawi yang tidak disebut namanya, baik laki-laki atau perempuan.
C. Ditinjau dari segi bersambung-sambung atau putus-putus sanadnya
1. Hadits musnad, yaitu tiap-tiap hadits marfu yang sanadnya muttasil
2. Hadits muttasil/maushul, ialah hadits yang bersambung-sambung sanadnya.
D. Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya.
1. Hadits maqbul, yaitu hadits yang memenuhi syarat-syarat diterimanya riwayat.
2. Hadits mardud, yaitu hadits yang tidak memenuhi semua atau sebagian syarat diterimannya riwayat itu.
E. Ditinjau dari segi sifat, riwayat, dan sanad
1. Hadits mur’an’an, yaitu hadits yang diriwatkan dengan memakai kata ‘an’ yang diriwayatan secara an’anah.
2. HAdits muannan, yaitu hadits yang terdapt pada sanadnya perkataan “anna” (bahwasannya).
3. Hadits Al-mudabbaj, yaitu yang diriwayatkan oleh teman dari temannya yang masing-masing mereka masih meriwayatkan.
4. Hadits ali dan nazil, Hadits ali adalah hadits yang diantara kita dengan rasul tidak banyaj orang perantaraan, sedang hadits nazil adalah hadits yang diantara kita banyak orang.
BAB : ULUMUL HADITS DAN PENTINGNYA PENELITIAN SANAD DAN MATAN
A. Pengertian
Ulumul hadits adalah ilmu-ilmu yang berkaitan membahas dan berkaitan dengan hadits Nabi Muhammad SAW.
B. Macam-macam Ulumul hadits
a. Ilmu hadits Riwayah, adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hadits-hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan atau pengakuan), tabi’at, maupun tingkah lakunya.
b. Ilmu hadits Dirayah, adalah ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam dan hokum-hukumnya serta untuk mengetahui keadaan para perawi, baik syarat-syaratnya, macam-macam hadits yang diriwayatkan dan segala yang berkaitan dengannya.
C. Pentingnya penelitian sanad dan matan hadits
a. Pengertian
Penelitian sanad dan matan lebih dikenal dengan istilah kritik sanad dan matan. Penelitian ini bukan berarti tidak mempercayai semua hadits Nabi, akan tetapi hal ini hanya tertuju pada hadits ahad bukan hadits mutawatir. Selain itu juga merupakan kehati-hatian kaum muslimin dalam menjaga hadits Nabi disamping berkeinginan untuk mengikuti sunah nabi dengan sebenar-benarnya.
b. Latar belakang penelitian sanad dan matan hadits
Ulama sangat besar perhatiannya terhadap sanad dan matan hdits. Ini terbukti dengan adanya tiga alasan. Pertama, pernyataan-pernyataan ulama yang menyatakan bahwa sanad merupakan bagian tak terpisahkan dari agama dan pengetahuan hadits. Kedua, banyaknya karya tulis ilmiah yang berkenaan dngan sanad hadits. Ketiga, dalam praktek, apabila mereka menghadapi suatu hadits, maka sanad hadits merupakan salah satu bagian ang mendapat perhatian khusus.
Ada empat factor yang mendorong para ulama hadits mengadakan penelitian hadits yaitu dari segi sanad dan hadits:
1) Hadits merupakan salah satu sumber ajaran islam.
2) Hadits tidak seluruhnya tertulis pada zaman Nabi.
3) Munculnya pemalsuan hadits.
4) Proses penghimpunan hadits.
c. Tujuan penelitian hadits
Tujuan penelitian hadits baik dari segi matan maupun sanad adalah untuk mengetahui kualitas hadits yang diteliti. Hadits yang kualitasnya tidak memenuhi syarat tidak dapat digunakan sebagai hujjah. Pernyataan ulama tentang tidak perlunya penelitian lebih lanjut pada hadits mutawatir tidaklah berarti bahwa terhadap mutawatir tidak dilakukan penelitian.
BAB : TENTANG TAKHRIJ AL-HADITS
A. Pengertian
Menurut para ahli hadits memiliki tiga pengertian. Pertama, usaha mencari sanad hadits yang terdapat pada kitab hadits karya orang lain, yang tidak sama dengan sanad yang terdapat dalam kitab tersebut. Kedua, suatu keterangan bahwa hadits yang dinukilkan kepada kitab sunannya itu terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunnya. Ketiga, suatu usaha untukmencari derajat, sanad, dan rawi hadits yang tidak diterangkan oleh penysun atau pengarang suatu kitab.
Perbedaan takhrij dan periwayatan
Ilmu yang membahas pemindahan sesuatu (berita/riwayat) yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, baik berupa ucapan, perbuatan, maupun persetujuan. Tujuannya adalah untuk mengetahui sesuatu yang datang dari Nabi dan yang membedakan yang datang dari selain Nabi. Sehingga dapat dipastikan yang datang dari Nabi itu merupakan tuntunan yang harus di ikuti.
Pentingnya Takhrij
Secara garis besar, tujuan dari takhrij dalam kajian dan studi kritis seputar sunnah dititkberatkan pada dua dimeni pook, yaitu:
a) Mengetahui sumber hadits yang tersebar dalam berbagai kitab mu’tabarah ulama hadits.
b) Disamping itu, tujuan takhrij yang sangat primer juga adalah, melacak kedudukan dan kekuatan hukum sebuah hadits, apakah termasuk kategori hadits maqbul dan mardud.
BAB : PERMASLAHAN HADITS SHAHIH
Hadits shahih adalah hadits yang bersambung sanadnya, yang diriwayatkan oleh rawi yang adil dan zabit dari rawi ain yang (juga) adil dan zabit sampai akhir sanad,dan hadits itu tidak janggal serta tidak mengandung cacat (illat).
Beberapa kriteria hadits shahih
Dari definisi di atas, dapat dipahami bahwa suatu hadits dikatakan shahih itu apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Mengenai sanad, syaratnya adalah:
1) Semua rawi dalam sanad haruslah bersifat adil.
2) Semua rawi dalam sanad haruslah bersifat zabit. Yaitu yang kuat hapalannya, sehingga dapat menyimpan hadits dengan baik dan benar.
3) Sanadnya bersambung.
4) Tidak rancu (syad). Yaitu suatu kondisi dimana seorang rawi berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya.
5) Tidak ada cacat. Yaitu terbebas dari cacat keshahihan pada sanad seperti pemalsuan rawi.
b. Mengenai matan, syaratnya:
1) Pengertian yang terkandung dalam matan tidak boleh bertentagan dengan ayat Al-Qur’an atau hadits mutawatir walaupun keadaan rawi sudah memenuhi syarat.
2) Pengertia dalam matan tidak bertentangan dengan pendapat yang disepakati (ijma’) ulama.
3) Tidak ada kejanggalan lainnya jika dibandingkan dengan matan hadits yang lebih tinggi tingkatannya.
Macam-macam hadits shahih
a. Hadits shahih lizatih, yaitu hadits shahih yang memenuhi secara lengkap syarat-syarat hadits shahih.
b. Hadits shahih li gairih, yaitu hadits dibawah tingkatan shahih yang menjadi hadits shahih karena diperkuat oleh hadits-hadits yang lain.
BAB : PERMASALAHAN HADITS HASAN DAN DHA’IF
A. Hadits Hasan
Secara bahasa hadits hasan berarti hadits yang baik. Sedang manurut istilah, hadits hasan adalah hadts yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang adil, yang rendah tingkat kekatannya daya hafalannya, tidak rancu dan tidak bercacat (lidzatihi). Sedangkan hadits hasan lighairihi yaitu hadits yang semula dha’if sudut sanadnya, yang kemudian menjadi kuat setelah ada sanad yang menguatkannya.
Contoh hadits hasan lidzatihi adalah hadits yang diriwayatkan oleh ahamad, ia berkata, Yahya bun Sa’id meriwayatkan hadits kepada kami dari Bahz bin Hakim, ia mengatakan “meriwayatkan jadits kepadaku, bapakku, dan kakekku, kaatanya aku bertannya: “Ya Rasulullah kepada siapakah aku harus berbakti?” Rasulullah menjawab, “kepada ibumu”. Aku bertanya, “lalu kepada siapa?” Rasulullah menjawab “kepada ibumu” aku bertanya “Lalu kepada siapa?” Rasulullah menjawab, “Ibumu, kemudian bapakmu, kemudian kerabat dekatmu, dan selnjutnya.
B. Hadits Dha’if
Menurut bahasa dha’if berarti lemah. Sedang secara istilah menurut An-Nawawi adalah segala hadits yang didalamnya tidak terkumpul sifat-sifat maqbul. Yakni sifat-sifat yang terdapat dalam hadits shahih dan hadits hasan.
Pengklafisikasian Hadits dha’if
1. Dikarenakan tidak bersambung-sambung sanadnya, terbagi menjadi:
a. Hadits Mu’alaq, yaitu hadts yang gugur perawinya baik seorang maupun lebih, yaitu guru dari seorang imam hadits.
b. Hadits munqathi, yaitu perawi yang gugur seorang atau lebih dengan tiada berturut-turut dipertengahan sanad (thabaqah pertama).
c. Hadits Mu’dhal, yaitu hadits yang gugur dua perawinya berturut-turut dipertengahan sanad.
d. Hadits Mudallas, yaitu hadits yang tiada disebt di dalam sanad atau sengaja digugurkan oleh perawi nama gurunya dengan alas an dia mendengar sendiri hadits itu dari orang yang disebutnya itu.
e. Hadits Mursal, yaitu hadits yang gugur sanadnya setelah tabi’in.
2. Dikarenakan perawinya cacat :
a. HAdits Maudhu, yaitu yang dibuat-buat oleh para pendusta dan mereka menyandarkan kepada Rasulullah SAW.
b. Hadits Matruk, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh periwayat yang tetuduh dusta dalam hadits atau menampakan kefasikan dengan perbuatan atau perkataan, banyak lupa atau banyak menghayal.
c. Hadits Mungkar, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh rawi hadits yang dha’if bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang tsiqat.
d. Hadits Mudraj, yaitu hadits yang menampakan (dalam redaksinya) tambahan yang hakikatnya bukan merupakan bagian dari hadits.
e. Hadits maqlub, yaitu hadits yang lafal matannya tertukar oleh salah seorang periwayat atau oleh seseorang yang ada pada masa rantai sanad, lalu penyebutan yang seharusnya d akhirkan didahulukan atau sebaliknya atau meletakannya pada tempat lain.
f. Hadits Mudhtharib, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi atau lebih dengan menggunakan redaksi yang berbeda-beda dan memiliki kualitas yang sama serta dapat bertahan tanpa ada yang dapat ditarjihkan.
g. Hadits Mudharaf, yaitu hadits ang mengalami perubahan pada harakat, tetapi tulisan sama dalam bentuknya.
h. Hadits Mushahhaf, yaitu hadit yang mengalami perubahan pada redaksi dan maknannya atau mengalami perubahan pada titik kata sedang bentuk tulisannya tidak berubah.
i. Hadits Syad, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh orang yang maqbul akan tetapi bertengtangan matannya dengan periwayatan dari orang yang kualitasnya lebih utama.
j. Hadits Mu’allal, yaitu hadits yang diketahui illatnya setelah dilakukan penelitian dan penyelidikan meskipun pada lahirnya tampak selamat dari kecacatan.
3. Dikarenakan cacat matannya :
a. Hadits Mauquf, ialah hadits yang hanya disandarkan sampai kepada sahabat saja baik berupa perkataan, perbuatan baik sanadnya bersambung maupun terputus.
b. Hadits Maqthu, ialah hadits yang diriwayatkan dari tabi’in dan disandarkan kepadanya, baik perkataan, perbuatan, atau taqrirnya baik sanadnya bersambung maupun tidak.
BAB : TARJIH, TAWAQUF, DAN INKARU SUNNAH
A. Tarjih
1. Pengertian
Menurut Abu Hanifah Tarjih adalah memunculkan adanya tamabahan bobot pada salah satu dari dua dalil yang sama (sederajat), dengan tambahan yang tidak berdiri sendiri. Adapun jumhur ulama telah sepakat bahwa dalil yang rajah (yang dikuatkan) harus diamalkan, sedangkan dalil yang marjuh (dilemahkan) tidak perlu diamalkan.
2. Cara Pentarjihan
a. Dari segi sanad.
Menurut imam As-Syaukani berpendapat bahwa pentarjihan dapat dilakukan dengan melalui 42 cara, di antaranya dikelompokan dalam bagian berikut:
1) Menguatkan salah satu nash dari segi sanadnya. Yaitu dengan meneliti kulitas perawi suatu sanad.
2) Pentarjuhan dengan melihat riwayat itu sendiri. Yaitu menguatkan hadits mahsyur atau menguatkan hadits mahsyur daripada hadits ahad.
3) Pentarjihan melalui cara menerima hadits dari rasul. Yaitu mentarjihan hadits yang diterima dan dipelihara melaluihapalan perawi danhadits yang diterima melalui tulisan.
b. Dari segi matan.
Maksud dari matan adalah teks ayat, hadits dan Ijma’, menurut Al-Amidi ada 51 cara, diantaranya adalah:
1) Teks yang mengandung larangan diutamakan dari teks yang mengandung perintah, karena menolak kemadharatan lebih utama daripada mengambil manfaat.
2) Teks yang mengandung perintah didahulukan daripada teks yang mengandung kebolehan karena melaksankan perintah berarti sekaligus melaksanakan yang hukumnya boleh.
3) Makna hakikat dari suatu lafadz lebih diutamakan daripada makna majazinya.
4) Dalil khusus ditamakan daripada dalil umum.
5) Teks pertama yang belum dikhususkan lebih diutamakan dari pada teks yang umum yang telah ditakshis.
6) Teks yang sifatnya perkataanlebih diutamakan dari pada teks yang sifatnya perbuatan.
7) Teks yang muhkam lebih diutamakan daripada teks yang mufassar, karena muhkam lebih pasti disbanding mufassar.
8) Teks yang sharih didahulukan daripada yang bersifat sendiri.
c. Dari segi hokum yang kandungan hukum.
Cara pentarjihan melalui metode ini, menurut Al-Amidi ada 11 cara, sedang menurut Asy-Syaukani ada 9 cara.
d. Tarjih dengan menggunakan factor (dalil) lain di luar nash.
Di antaranya adalah:
1) Mendahulukan salah satu dalil yang didukung oleh dalil lain, baik dalil Al-Qur’an, sunnah, ijma, Qiyas, dll.
2) Mendahulukan salah satu dalil yang didukung oleh amalan ahli Madinah, karena mereka lebih mengetahui persoalan turunnya Al-Qur’an dan tafsirnya.
3) Menguatkan dalil yang menyebutkan illat hukumnya dari suatu nash serta dalil yang mengnadung Asbab An-Nuzul atau Ashbab Al-Wurud daripada dalil yang tidak memuat hal tersebut.
4) Mendahulukan dalil yang didalamnya menurut sikaf waspada daripada dalil yang tidak menuntut demikian.
5) Mendahulukan dalil yang diikuti dengan perkatan dan pengalaman dari perawinya daripada dalil yang tidak demikian
B. Tawaquf
Tawaquf adalah membiarkan atau menagguhkan pengalaman dalil tersebut sambil menunggu kemungkinan adanya penguat atau petunjuk lain untuk memperkuat dalil tersbut. Setelah adanya penguat dari dalil yang perselisihkan baru bisa mengamalkan salah satu diantara keduannya.
C. Ingkaru Sunnah
Adalah pengingkaran/penolakan As-Sunnah sebagai hujjah. Alasannya adalah:
1) Dalam QS. Al-An’am:38 dan QS. An-Nahl:89 menunjukan bahwa Al-Qur’an mencakup segala sesuatu yang berkenaan dengan urusan Agama, mencakup hukum-hukumnya, dunia dan akhirat.
2) Dalam QS. Al-hijr:9. menunjukan bahwa Allah SWT menjamin untuk menjaga Al-Qur’an (sedang As-sunah tidak). Sekirannya As-sunnah dapat dijadikan dalil dan hujjah seperti Al-Qur’an, pasti akan dijamin pula.
3) Sekirannya As-Sunnah dijadikn dalil, pasti Rasulullah SAW memerintahkan untuk mencatat Hadits-hadits tersebut.
BAB : PERMASALAHAN HADITS MASA KINI
A. Permasalahan studi hadits
Barangkali dari kehati-hatian dan selektivitas yang tinggi, para ahli hadits mencoba menyodorkan kerangka metodologi penyeleksian hadits dengandisandarkan kepada unsur-unsur formal yang ada pada sebuah hadits, yaitu: Pertama, rangkaian atau silsilah para penyaksi, mulai dari sumber pertama pada periwayat yang paling akhir. Seluruh rangkaian ini dinamakan sanad (sandaran) atau isnad (penyangga). Unsur formal ini di ikuti oleh matan hadits yang berarti susunan kata atau bunyi hadits sebenarnya sebagai unsur formal kedua. Sedangkan unsure ketiga adalah periwayat itu sendiri yang kepadanya didasarkan keabsahan suatu hadits.
Adapun langkah-langkah yang mereka tempuh dalam upaya melakukan kritik atau penyeleksian hadits adalah sebagai berikut:
1) Melacak isnad hadits.
2) Kritik terhadap matan hadits.
3) Metode kritik perawi.
B. Menguji validitas hadits (hadits kontemporer)
Dengan berbagai metode penelitian sanad dan matan hadits yang diciptakan oleh para ulama tersebut, dapat diketahui beberapa yang status mutawatir dan ahad. Disamping itu dapat dapat diketahui juga hadits ahad yang berkualitas shahih dan yang tidak shahih, serta pernyataan-pernyataan yang dikategorikan sebagai hadits palsu. Sebagai contoh, imam bukhari menetapkan bahwa rawi penyampai dan penerima riwayat (hadits) ini harus bertemu walaupun hanya satu kali saja. Ketika periwayatan itu berlangsung. Dan sudah dipastikan bahwa setiap bertemu itu adalah sezaman, tetapi sezaman belum tentu bertemu. Maka iam bukhari menetapkan demikian sebagai syarat diterimanya periwayatan hadits, dsri segi sanadna. Berbeda dengan imam muslim yang lebih longgar dibanding dengan imam bukhari dalam menyaratkan diterimanya periwayatan suatu hadits, yaitu ia menyaratkan hanya menetakan sezaman saja.